Pada suatu Hari Minggu pagi yang cerah di akhir April 2018. Rehat sejenak dari aktivitas selama satu minggu ini dengan menikmati pemandangan nan sederhana di teras rumah. Tiba-tiba mata saya tertuju pada seseorang berseragam, agak gemuk dan berusia 40 an yang sedang keluar masuk dari halaman rumah satu ke rumah yang lain. Dia adalah petugas pembaca meteran listrik. Sudah beberapa kali saya melihat orang itu, sepertinya dia memang bertugas di wilayah ini.

Meski tidak asing, tapi kali ini ada yang mengusik pikiran saya. Setiap rumah memiliki letak meteran listrik yang berbeda. Belum lagi dengan kotak penutupnya. Ada beberapa rumah yang pintu gerbangnya terkunci, sehingga petugas kesulitan untuk masuk dan membaca meteran. Saya tidak begitu ngerti, jika petugas tidak berhasil membaca meteran karena rumah terkunci, apakah dia akan datang esok hari. Jika kendala-kendala itu memang terjadi, maka betapa tidak efisiennya proses pembacaan meteran listrik dengan cara seperti itu.

Saya bukan bermaksud mengkritik bagaimana PLN menerapkan cara kerja petugas-petugasnya. Saya juga bukan ahli dibidang kelistrikan teknis ataupun pelayanan pelanggan. Fokus tulisan ini bukan tentang itu, namun tentang bagaimana kita membahas bahwa inovasi individu dalam sebuah organisasi perusahaan adalah salah satu faktor penentu kelestarian. Kebetulan saja saya mendapatkan pelajaran dari petugas pembaca meteran listrik tadi. Ceritanya akan sama, misalnya saya melihat tukang bakso, petugas pemungut sampah, atau layanan-layanan lain.

Yups, kembali ke topik. Tentang budaya inovasi individu. Saya akan berandai-andai ya, secara sederhana saja. Misalnya setiap hari petugas pembaca meteran tadi ditarget membaca 100 rumah, berarti dalam 25 hari kerja mampu melakukan 2500 pembacaan. Jumlah ini sudah disepakati dengan pihak manajemen. Dari 100 target per hari itu, 5% gagal karena kondisi rumah yang terkunci. Maka petugas itu harus datang di hari berikutnya. Karena hari berikutnya sudah ada target baru, maka terpaksa harus lembur. Menulis laporan lembur ke kantor, sehingga kantor harus mengeluarkan uang ekstra.

Menurut kacamata manajemen tradisional, tidak ada yang salah dengan kinerja petugas meteran listrik tersebut. Target 2500 pembacaan/bulan terpenuhi. Manajer melihat semuanya baik-baik saja, tidak ada masalah, tidak ada yang perlu diperbaiki. Semua berjalan dengan sangat baik, hanya sedikit peningkatan anggaran dari sisi lembur. Peningkatan anggaran ini terselesaikan dengan pengajuan anggaran di waktu-waktu selanjutnya. Kondisi seperti ini lazim terjadi di mayoritas perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Dan Anda yang sedang membaca sampai kalimat ini juga mungkin berfikir hal yang sama, semua baik-baik saja.

Tapi tunggu, bagaimana seandainya petugas meteran listrik tadi didorong oleh kultur perusahaan yang memberikan kebebasan untuk selalu mempertanyakan sesuatu yang sudah berjalan dengan baik, agar mampu berjalan dengan lebih baik lagi? Dalam kasus ini, petugas meteran listriklah yang mampu melihat permasalahan secara langsung. Bahkan level manajer pencatatan meteran masih kalah secara experience dibandingkan petugas lapangan terkait dengan kondisi yang terjadi pada proses pencatatan meteran secara langsung di lapangan.

Inovasi membutuhkan orang-orang dengan jam terbang tinggi di bidangnya. Dalam sebuah perusahaan dengan jumlah SDM yang besar, setiap orang melakukan urusan spesifik. Mereka dengan urusan-urusan spesifik itulah yang memiliki jam terbang tinggi di bidangnya secara langsung. Bahkan manajer mereka tidak memiliki jam terbang yang sama dibandingkan dengan SDM-SDM di bawahnya. Salah satu kunci inovasi adalah: lihat secara langsung apa yang terjadi. Maka dengan prinsip inovasi ini, mustahil seorang manajer akan mengusulkan ide inovasi untuk sesuatu yang dikerjakan SDM di bawahnya. Sekarang pertanyaannya adalah, bagaimana setiap komponen perusahaan mampu melakukan inovasi pada level personal? Saya akan membahas pada tulisan selanjutnya (updated, klik disini).

Sebagai penutup tulisan ini, budaya inovasi personal dapat terjadi dengan efektif di sebuah perusahaan jika;

  1. Ada kultur yang mendorong semua komponen perusahaan untuk bebas mempertanyakan pekerjaan yang selama ini diyakini sudah baik, sehingga akan menghasilkan pekerjaan yang lebih baik lagi. Ini akan menjadi sebuah pencarian tanpa henti, sebuah upaya untuk selalu meningkatkan relevansi perusahaan dengan konteks zaman. Kalau sudah begini, maka kelestarian akan tercipta dengan sendirinya
  2. Inovasi dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jam terbang yang tinggi di bidangnya
  3. Inovasi lahir dari orang-orang yang memiliki pengalaman langsung (melihat dan merasakan langsung)

Terimakasih, semoga bermanfaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *