Pada tulisan saya sebelumnya sudah dibahas definisi tentang skala. Kali ini saya akan membuat analogi sederhana tentang skala, yang semoga saja memudahkan Anda untuk lebih memahaminya. Saya memilih analogi skala berupa sistem kendaraan (mobil/sepeda bermotor), karena sistem tersebut sangat mewakili variabel dan proses dalam skala perusahaan.

Skala adalah kemampuan untuk menambah kuantitas tanpa mengurangi kualitas dan laba. Analogi dalam sistem kendaraan; saya memilih kuantitas sebagai kecepatan, kualitas sebagai kenyamanan, dan laba sebagai mobilitas. Bayangkan anda sedang mengendarai mobil atau sepeda bermotor, tentunya anda dapat menambah dan mengurangi kecepatan dengan sangat mudah. Menambah atau mengurangi kecepatan disesuaikan dengan kondisi jalan. Ketika jalanan padat, maka saatnya Anda mengurangi kecepatan, dan sebaliknya.

Pada saat kecepatan ditambah atau dikurangi, apakah kenyamanan berkendara juga ikut berubah? Setiap jenis mobil di era sekarang memiliki tingkat kenyamanan yang berbeda-beda tergantung kelasnya. Namun untuk kelas mobil yang sama, kenyamanan akan relatif sama di kecepatan berapapun. Begitu juga dengan mobilitas; semakin besar kecepatan mobil yang kita kendarai, semakin tinggi juga mobilitas kita.

Terkait dengan konteks bisnis, jika perusahaan mampu mengontrol tiga kombinasi variabel tadi semudah mengendarai mobil/sepeda motor, maka perusahaan telah mencapai skala. Misalnya, karena suatu hal, tiba-tiba kondisi permintaan pasar bertambah. Maka perusahaan mampu memenuhi permintaan tersebut. Dan sebaliknya, kondisi permintaan pasar berkurang. Maka perusahaan mampu mengurangi produksi. Menambah atau mengurangi kapasitas produksi namun dengan kadar kualitas yang sama. Analoginya, menambah atau mengurangi kecepatan mobil, namun dengan kenyamanan mengendarai yang relatif sama. Begitu juga dengan laba, yang dalam hal ini adalah analogi mobilitas. Perusahaan yang scalable, disamping kapasitas produksi bertambah bersamaan dengan kualitas yang relatif sama, maka keuntungan per satuan akan tetap (keuntungan akumulasi akan menjadi faktor kali, dengan sendirinya akan bertambah).

Bagaimana dengan perusahaan dengan model bisnis yang belum scalable? Maka kombinasi variabel dari ketiga hal tadi tidak seperti analogi mobil/sepeda bermotor. Disaat permintaan pasar naik, maka produksi akan kesulitan untuk mengikuti kenaikan tersebut jika ingin tetap mempertahankan kualitas. Kalaupun produk yang dibuat mampu mengikuti jumlah permintaan, maka kualitas tidak mampu dipertahankan. Jika mempertimbangkan laba satuan yang tetap, maka jumlah sumber daya tidak ditambah (misal salah satunya adalah tenaga kerja). Jumlah karyawan tetap, tapi volume pekerjaan sangat tinggi, dengan waktu yang sama, akhirnya kualitas yang dikorbankan.

Atau misalnya, demi menjaga kualitas, tingginya permintaan pasar diikuti dengan tingginya rekrutmen tenaga kerja. Produksi naik, kualitas mampu dipertahankan, namun keuntungan akumulasi relatif tetap (karena laba dikurangi untuk membayar penambahan tenaga kerja). Sistem ini belum dikatakan scalable.

Agar lebih memudahkan lagi, coba saya berikan contoh beserta sedikit angka-angka;

  1. Perusahaan A, bergerak dibidang produksi aksesoris berbasis cetak mug. Mereka memiliki 5 SDM tetap yang mengurusi bagian desain dan produksi. Mereka memiliki sebuah mesin cetak dengan kapasitas produksi 500 mug per hari. Selama ini, permintaan pasar rata-rata 50 mug per hari. Suatu saat karena ada momen piala dunia, tiba-tiba permintaan naik menjadi 400 mug per hari. Tanpa menambah SDM, tanpa menambah mesin, mereka sanggup memenuhi kenaikan permintaan tersebut dengan tetap mempertahankan kualitas dan laba satuan. Di kesempatan yang lain, di sebuah liburan panjang hari raya, tiba-tiba permintaan turun menjadi 10 mug per hari. Meski hanya 10 pesanan per hari, mereka sanggup memenuhi permintaan dengan kualitas dan laba satuan yang tetap.
  2. Perusahaan B, bergerak di bidang produksi aksesoris topi. Mereka memiliki 5 SDM tetap yang mengurusi bagian desain dan produksi. Mereka memiliki 2 mesin jahit untuk produksi topi. Selama ini, rata-rata mereka mampu memproduksi 15 topi per hari, namun karena pembuatan topi sangat membutuhkan campur tangan dari penjahit, seringkali 15 topi tersebut memiliki kualitas yang berbeda-beda. Akhirnya, ada beberapa topi yang tidak layak jual, dan beberapa dijual lebih murah. Suatu hari, ada permintaan 20 topi per hari, karena merasa ini adalah kesempatan yang baik, maka mereka tetap mengerjakan pesanan tersebut sampai lembur. Meski lembur, namun tidak dapat selesai tepat waktu. Untuk memenuhi pesanan mereka merekrut 1 penjahit kontrak, yang akan mengerjakan pesanan itu saja. Hasilnya, pesanan 20 topi tersebut baru bisa diselesaikan selama 2 hari, itu pun dengan kualitas yang tidak sama. Akhirnya pihak pembeli komplain dan minta harga diturunkan untuk beberapa topi yang kualitasnya kurang standar.

Dalam tahap tertentu, perusahaan A atau B yang mampu mencapai skala? dan perusahaan Anda termasuk yang mana? Mari kita diskusikan. Kontak saya di hamrowi@tamanmedia.com, untuk berdiskusi lebih jauh tentang skalabilitas bisnis perusahaan Anda.

Terimakasih, semoga yang sedikit ini dapat memberikan manfaat, amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *