Selama ini, kita mengenal inovasi sebagai sebuah proses kognitif yang sangat rumit. Inovasi hanya mampu dilakukan oleh “orang-orang pintar” yang menduduki level strategis. Orang-orang di level teknis atau bawahan hanya mampu dan diberi kesempatan melakukan pekerjaan-pekerjaan sesuai prosedur baku, tanpa diberi kesempatan untuk mempertanyakan. Permasalahannya adalah, seiring bertambahnya ukuran perusahaan, setiap gesekan kecil di level manapun mampu memberikan efek domino bagi keseluruhan bidang. Jika efek domino itu positif, maka bersyukurlah. Jika sebaliknya? Maka manajemen perusahaan hanya akan termehek-mehek melihat bagaimana masalah-masalah itu membesar tanpa mengetahui akar permasalahannya dimana. Tapi bukan juga tentang efek domino positif atau negatif, tapi tentang bagaimana belajar dari itu semua, “learning rate!”

Jeffrey Rothfeder dalam Bukunya Driving Honda menuliskan tentang efek domino dasyat yang dialami oleh Toyota. Pada tahun 2009-2010 Toyota menarik kembali sebanyak 15 juta lebih mobilnya di seluruh dunia. Masalah utama yang menonjol adalah akselerasi yang tidak diinginkan – mobil melaju atau rasanya akan melaju bahkan saat direm. Masalah ini bukannya tidak diketahui oleh karyawan pengendali mutu Toyota, bahkan sudah ada keluhan dari pengendara-pengendara di AS, tapi usaha mereka untuk memberi tahu atasan gagal. Salah satu pengawas mereka mengatakan, “teruskan saja; Jepang tidak akan mendengar soal itu, sekarang tidak perlu banyak ribut-ribut”. Sebuah gesekan kecil, di sebuah jalur perakitan yang seharusnya dapat diperbaiki, menjadi bencana besar.

Kuncinya adalah inovasi individu! Sejak dulu kala, semua meyakini bahwa setiap individu memiliki potensi unik. Era pasca internet semakin mengukuhkan bahwa setiap individu memiliki kekuatan yang besar. Perusahaan yang lahir di masa lalu, yang saat ini masih eksis adalah perusahaan yang menguatkan potensi individu sebagai aset terpenting perusahaan. Terlebih lagi, jika kita mengaku perusahaan yang lahir di era sekarang yang bertekad untuk terus eksis sampai generasi selanjutnya, maka wajib mengukuhkan kekuatan individu sebagai aset utama. Individu, siapapun mereka, dan di level manapun mereka berada.

Inovasi awalnya adalah tentang “siapa“. Orang-orang yang memang berkebutuhan inovasilah yang dapat melakukannya. Maka perusahaan wajib memastikan SDM yang direkrut adalah orang-orang yang memiliki passion untuk berkembang lebih baik. Sebagus apapun sistem, budaya, ataupun kerangka kerja yang dikembangkan, namun jika pertanyaan tentang “siapa” belum dipastikan, maka mustahil inovasi individu akan berhasil.

Setelah memastikan bahwa orang-orang yang bekerja memiliki hasrat untuk selalu mengembangkan diri, yang kedua adalah buatlah proses inovasi menjadi sangat mudah. Sebuah upaya inovasi yang mampu dilakukan oleh semua level dalam perusahaan. Inovasi adalah proses belajar. Inovasi dibangun atas sebuah logika yang sangat sederhana. Saya mengajukan sebuah model sederhana logika inovasi adalah;

  1. Identifikasi kondisi saat ini
  2. Identifikasi kondisi yang diharapkan
  3. Tawarkan beberapa alternatif solusi

Kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan harus terukur. Perbedaan nilai (gap) antara kedua kondisi itu adalah sebuah masalah yang akan diperkecil atau dihilangkan dengan beberapa alternatif solusi yang diusulkan. Saya mengambil contoh kasus petugas pembaca meteran listrik. Petugas tersebut menfidentifikasi ketiga hal tersebut:

  1. Kondisi saat ini: 5 dari 100 pembacaan selalu gagal dalam 1 hari
  2. Kondisi yang diharapkan: 100 dari 100 pembacaan berhasil dalam 1 hari
  3. Alternatif solusi: a, b, d, e, f (upaya-upaya yang kemungkinan dapat mengurangi atau menghilangkan kegagalan 5 pembacaan meteran dalam 1 hari, hasil dari pengamatan secara langsung)

Perlu ditekankan disini, bahwa solusi yang ditawarkan haruslah lebih dari satu. Ini sangat perlu, karena Kita cenderung hanya berfikir satu solusi. Sebuah solusi yang menurut kita terbaik. Padahal apa yang menurut penilaian subjektif terbaik, bisa jadi hanya sebuah asumsi. Berasumsi dengan solusi bukan hal yang buruk, asalkan secara bersamaan mencari asumsi-asumsi yang lain.

Langkah selanjutnya adalah, buatlah sebanyak mungkin pertanyaan dari setiap asumsi solusi. Pertanyaan ini yang akan membimbing arah inovasi. Misalnya;

  1. Apakah solusi a, akan meningkatkan kemampuan membaca meteran listrik hingga 100% dalam setiap hari?
  2. Bagaimana strategi menerapkan solusi a, sehingga mampu meningkatkan pembacaan meteran listrik hingga 100% setiap hari?
  3. Bagaimana mengembangkan solusi a?
  4. Dan seterusnya

Pada tahap ini orang-orang yang terlibat harus memiliki semangat sebagai seorang peneliti. Seringnya, satu asumsi solusi bukan merupakan solusi yang sebenarnya. Orang-orang perlu menguji solusi lain, dan seterusnya sampai tercapai solusi yang sebenarnya. Proses iterasi menemukan solusi terbaik seringnya adalah proses yang sangat melelahkan dan menimbulkan frustasi. Dibutuhkan ketahanan mental dari orang-orang yang melakukannya. Salah atau benar bukan menjadi titik berat dari proses ini, tapi proses belajar adalah hal yang terpenting.

Ketiga, inovasi akan berjalan dengan baik, jika semua pihak di dalam sebuah perusahaan memegang komitmen. Tidak peduli, inovasi itu datang dari petugas lapangan, supervisior, atau manajemen, semua harus “mendengarkan” dengan serius. Sebaik apapun inovasi, namun jika tidak dipedulikan oleh siapapun, maka akan sama saja. Ingat tentang kasus penarikan 15 juta unit Toyota yang saya tulis di paragraf sebelumnya.

Demikian tulisan tentang bagaimana inovasi dapat dilakukan oleh semua orang di level manapun, sebagai penutup saya sedikit akan menyampaikan beberapa poin-poinnya;

  1. Pahami bahwa pengabaian terhadap suatu masalah kecil dalam proses inti bisnis dapat menjadi badai yang besar di kemudian hari. Jangan sepelekan apapun masalahnya, beri perhatian, dan selesaikan
  2. 3 kunci “pemantik” proses inovasi agar dapat dilakukan oleh semua komponen perusahan dengan mulus;
  • Pilih orang-orang yang tepat dari awal (proses seleksi SDM)
  • Buatlah jadi mudah (menggunakan logika dasar inovasi). Pahami bahwa inovasi itu bukan tentang benar atau salah, tapi sebuah pengulangan secara terus menerus untuk mendapatkan pembelajaran terbaik. Ya, inovasi adalah tentang pembelajaran secara terus menerus
  • Komitmen dari semua pihak, bahwa inovasi adalah hal yang harus diperhatikan dengan serius, tidak memandang dari siapa inovasi itu lahir

Sekian dan terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya 🙂

One thought on “%1$s”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *